TANGERANG, (JD) – Mantan Kepala Desa (Kades) Taban Abidin, dalam waktu dekat akan menggugat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang melalui kuasa hukumnya, Doni & Partner. Gugatan tersebut ditujukan untuk memulihkan kedudukan hukum Abidin sebagai Kepala Desa Taban, yang menurutnya diberhentikan secara sepihak tanpa prosedur yang sah.
Abidin, dalam keterangannya mengungkapkan, bahwa ia telah mengikuti semua proses hukum dan langkah-langkah mediasi yang ditempuh oleh kuasa hukum. Ia menyebut bahwa somasi telah dilayangkan kepada Bupati Tangerang, namun tidak kunjung mendapatkan tanggapan.
“Saya sudah mengikuti semua langkah yang diarahkan oleh pengacara saya, Pak Doni. Kita sudah layangkan somasi ke Bupati, tapi belum pernah ada respon,” ujar Abidin.
Kuasa hukum Abidin, Doni dan Ronald Pasaribu, menilai Surat Keputusan (SK) No. 400 tentang pemberhentian dan pengangkatan Penjabat (Pj) Kades Taban yang diterbitkan oleh Pj Bupati Tangerang, Andi Ony Prihartono, Tanggal 20 Juni 2024, cacat secara formil. Menurut Doni, SK tersebut melanggar asas-asas dalam tata kelola administrasi pemerintahan yang baik karena mencakup dua tindakan hukum dalam satu dokumen, yakni pemberhentian dan pengangkatan.
“Dalam satu SK disebutkan pemberhentian dan pengesahan Penjabat Kades Taban. Padahal secara administratif, seharusnya ada dua dokumen berbeda. Yang menjadi pertanyaan kami SK pemberhentian yang seharusnya terpisah itu mana?” ujar Doni dalam keterangan pers, Kamis (12/6/2025).
Lebih lanjut, Doni menyebut bahwa tidak pernah ada pemberitahuan resmi kepada Abidin terkait pemberhentiannya sebagai Kepala Desa Taban. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kabupaten Tangerang melalui Komisi I pada Rabu (4/6/2025), fakta tersebut terungkap.
Dalam RDP yang dihadiri oleh Abidin, kuasa hukumnya Doni dan Ronald Pasaribu, serta pihak-pihak terkait seperti Camat Jambe, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD), Kabag Hukum Pemkab Tangerang, dan pihak Inspektorat, terungkap bahwa SK asli pemberhentian tidak pernah secara resmi diserahkan kepada Abidin.
Camat Jambe Chaidir, dalam forum tersebut, sempat menyatakan bahwa SK asli berada padanya. Namun kemudian ia mengubah pernyataan bahwa dokumen tersebut sudah diserahkan kepada Asbari, Pj Kades Taban saat ini.
“Secara hukum, jika ada pemberhentian pejabat, maka harus disampaikan secara formal disertai tanda terima dan dokumen asli. Tidak bisa hanya katanya-katanya,” tegas Doni.
Persoalan lain yang menjadi sorotan adalah terkait dasar hukum pemberhentian Abidin. Menurut Doni, Pemkab Tangerang dinilai terburu-buru dalam mengambil keputusan. Ia merujuk pada putusan pengadilan yang keluar pada 2 Mei 2024, namun belum inkrah karena 14 hari setelah putusan pengadilan, masih ada upaya hukum sesuai ketentuan hukum.
Anehnya, Camat Jambe sudah membuat laporan kepada DPMPD dan Biro Hukum pada 5 Mei 2024, hanya tiga hari setelah putusan pengadilan dan mengklaim laporan itu berdasarkan salinan yang diterima dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Padahal, BPD baru meminta salinan putusan pengadilan pada 13 Mei 2024.
“Ini jelas-jelas tidak sinkron dan menyalahi prosedur. Keputusan diambil saat putusan belum inkrah. Secara hukum ini cacat prosedural,” tambah Doni.
Sebelum menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), tim hukum Abidin telah menempuh upaya mediasi. Mereka juga telah mengajukan permohonan kepada DPRD Kabupaten Tangerang untuk melakukan review terhadap SK No. 400.
“Tujuan awal kami adalah mediasi dan koreksi internal. Tapi karena tidak ada itikad baik, maka kami akan lanjutkan ke PTUN,” jelas Doni.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang Mahfudz Fudianto menyampaikan membenarkan jika pernah digelar RDP terkait mantan Kades Taban Abidin, yang merasa hak konstitusionalnya telah terabaikan. Abidin berharap bisa kembali menjabat sebagai kepala desa. Menurut Abidin, vonis yang ia terima tidak memenuhi kriteria pemberhentian sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Tangerang Nomor 17 Tahun 2021 Pasal 27.
“Yang bersangkutan menjadikan ketentuan dalam pasal itu sebagai dasar permohonannya. Ia merasamaka pemberhentiannya tidak sesuai regulasi,” ujar Mahfudz.