Anggaran Miliaran Rupiah, Kantor Desa Cilaku Masih Ngontrak di Rumah Warga

Daerah, Info Desa151 Dilihat

BOGOR, (JD) – Ironi pemerintahan desa kembali mencuat di Kabupaten Bogor. Di tengah anggaran desa yang mencapai hampir Rp 3,8 miliar per tahun, Kantor Desa Cilaku, Kecamatan Tenjo, masih beroperasi dari rumah warga yang disewa senilai Rp 40 juta per tahun.

Kantor desa yang terletak di Kampung Cilaku Tegal itu hingga kini belum memiliki gedung permanen. Padahal, lahan desa seluas 2 hektare lebih tersedia dari tanah bengkok, namun hingga kini belum dimanfaatkan untuk membangun kantor desa.

“Memang benar, kantor desa ini masih ngontrak di rumah warga. Sudah diketahui camat dan bupati, tapi belum ada tindak lanjut,” ujar Muhidin, Kasi Pelayanan Desa Cilaku, saat ditemui di kantor sementara tersebut, Selasa (24/6/2025).

Sebelumnya, kantor desa sempat dibangun di lahan milik warga saat kepemimpinan Kades Maman Baret. Namun setelah kepemimpinan berganti ke Jumadi pada 2020, bangunan itu tidak lagi diizinkan digunakan. Kini, untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan, pemerintah desa harus menyewa rumah warga sebagai kantor setiap tahunnya.

Muhidin menegaskan bahwa dana desa tidak dapat digunakan untuk pembangunan kantor, karena penggunaannya sudah diatur secara ketat. “Yang boleh membiayai pembangunan kantor desa hanya bantuan dari provinsi atau bagi hasil pajak dan retribusi daerah. Itu pun nilainya kecil, sekitar Rp 100 jutaan per tahun,” jelasnya.

Anggaran Fantastis, Kantor Masih Tak Layak

Yang membuat publik terkejut, anggaran Desa Cilaku pada tahun 2025 tercatat sebesar Rp 3.839.520.357. Rinciannya sebagai berikut:

Dana Desa: Rp 1.282.191.000

Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah: Rp 629.256.701

Alokasi Dana Desa: Rp 798.063.656

Bantuan Keuangan Provinsi: Rp 130.000.000

Bantuan Keuangan Kabupaten: Rp 1.000.000.000

Pendapatan lain-lain (bunga bank): Rp 1.163.938

Namun dari total tersebut, tidak satu rupiah pun dialokasikan untuk membangun kantor desa. Sebagian besar anggaran terserap di bidang pelaksanaan pembangunan desa (Rp 2,03 miliar), penyelenggaraan pemerintahan desa (Rp 1,07 miliar), dan bidang pembinaan serta pemberdayaan masyarakat.

“Sebenarnya kalau ada gotong royong dari masyarakat, atau bantuan dari swasta, kantor desa bisa cepat dibangun. Tapi kalau mengandalkan bantuan pemerintah, butuh waktu lama,” ujar Muhidin.

Ia pun berharap pemerintah kabupaten bisa mengalokasikan anggaran khusus agar Desa Cilaku segera memiliki kantor permanen, mengingat keberadaan kantor yang representatif sangat penting bagi pelayanan publik.

Situasi ini mencerminkan persoalan klasik di tingkat desa: anggaran besar tak selalu berbanding lurus dengan prioritas pembangunan. Di tengah gelontoran dana miliaran rupiah, pemerintah desa justru masih berkantor di tempat sewa, menandakan ada yang perlu dievaluasi dalam tata kelola dan perencanaan anggaran desa.