TANGERANG, (JD) – Proyek revitalisasi Pasar Korelet di Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, saat ini mengalami kemacetan. Padahal, pembangunan yang merupakan hasil kerja sama antara Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja (NKR) dan pihak investor telah dimulai sejak dilakukan ground breaking pada Januari 2024.
Direktur Operasional Perumda Pasar NKR, Ashari Asmat, mengungkapkan bahwa kendala utama yang menyebabkan proyek ini tersendat adalah kurangnya komitmen dari sejumlah pedagang dalam memenuhi kewajiban pembayaran atas kios dan los yang telah disediakan oleh investor.
“Revitalisasi pasar ini murni investasi swasta. Maka ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi kedua belah pihak. Investor menyediakan bangunan, sementara pedagang membayar secara cicil atau tunai,” ujar Ashari.
Ia menjelaskan, skema pembayaran dilakukan melalui uang tanda jadi yang termasuk dalam Down Payment (DP), serta cicilan hingga lunas. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak pedagang yang menunggak bahkan belum membayar sama sekali. Hal ini memengaruhi kelanjutan proses pembangunan yang dilakukan investor.
“Faktanya, ada pedagang yang sudah bayar tunai, ada yang mencicil, tapi banyak juga yang belum bayar. Investor ingin terus membangun, tapi butuh kepastian dari pedagang,” lanjutnya.
Sebagai langkah kompromi, investor sempat menurunkan besaran DP dari yang awalnya 30 persen menjadi 15 persen dari harga jual. Namun, kendala tetap terjadi akibat trauma masa lalu, baik dari pihak pedagang maupun investor.
“Pedagang masih trauma seperti kasus di Pasar Tigaraksa, di mana uang mereka dibawa kabur dan pasar dibiarkan mangkrak. Investor juga trauma, seperti pengalaman di Pasar Bayam Karawaci yang sudah dibangun tapi pedagang tidak mau menempati,” kata Ashari.
Untuk mengatasi kebuntuan, Perumda Pasar NKR sedang mencari solusi, termasuk menggandeng pihak bank sebagai penjamin, agar pembangunan tetap bisa berjalan meski pedagang belum menyelesaikan pembayaran.
Ashari juga menyoroti lemahnya regulasi mengenai retribusi. Saat ini, pedagang hanya membayar jika berjualan, dan tidak ada kewajiban jika mereka tidak membuka lapak, padahal pelayanan seperti kebersihan dan keamanan tetap berjalan setiap hari.
“Ini juga jadi kelemahan. Pelayanan tetap harus jalan, tapi tidak semua pedagang berkontribusi. Ini perlu diatur lebih tegas ke depan,” tegasnya.
Pasar Korelet sendiri nantinya akan ditempati oleh 160 pedagang. Lantai satu dirancang untuk pedagang sayuran dan lauk pauk (pasar basah), sementara lantai dua akan diisi oleh pedagang pakaian dan aksesori lainnya.
Meski ada opsi membuka kesempatan bagi pedagang baru, Ashari menegaskan bahwa prioritas tetap diberikan kepada pedagang eksisting yang sudah lama berjualan di Pasar Korelet.
“Kita tetap berharap ada komitmen yang jelas dari pedagang. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, ada solusi terbaik agar revitalisasi ini bisa kembali berjalan sesuai rencana,” pungkasnya.