Reshuffle Kabinet: Membaca Arah Baru Pemerintahan Prabowo–Gibran

Politik47 Dilihat

Oleh: Yakub F. Ismail

Presiden Prabowo Subianto baru saja melakukan perombakan kabinet setelah hampir setahun (11 bulan) masa pemerintahan.

Perombakan kabinet di era pemerintahan Prabowo-Gibran memang terhitung sudah berlaku sebanyak dua kali.

Reshuffle pertama kali dilakukan pada 19 Februari 2025, menggantikan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) mengganti Satryo Soemantri Brodjonegoro dengan Brian Yuliarto.

Sedangkan, pada reshuffle yang kedua, Presiden mencopot lima Menteri dan digantikan dengan Menteri-menteri yang baru.

Kelima Menteri yang dicopot antara lain: Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan; Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo; Menteri Keuangan Sri Mulyani, digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa; Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding digantikan oleh Mukhtarudin; dan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi digantikan oleh Fery Juliantono.

Publik tentu bertanya-tanya, mengapa baru kurang dalam setahun masa menjabat, Prabowo sudah melakukan dua kali perombakan kabinet?

Jawabannya, semua berdasarkan kebutuhan presiden dalam menyelaraskan visi misi dan kebijakan yang ada.

Urgensi Reshuffle

Perombakan kabinet yang dilakukan Prabowo dalam beberapa hari terakhir, termasuk keputusan menggantikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Purbaya Yudhi Sadewa, sontak mengejutkan publik.

Bagaimana tidak, Sri Mulyani yang selama ini dikenal sangat piawai dalam mengurus ikhwal ekonomi dan keuangan negara tiba-tiba digantikan dengan sosok baru yang secara reputasi masih banyak yang belum mengenalnya.

Kendati begitu, momentum ini menandai sebuah langkah strategis yang sarat makna politik dan ekonomi.

Sudah lazim diketahui bahwa dalam tradisi politik Indonesia, reshuffle kerap dipandang sebagai instrumen korektif untuk menyelaraskan dinamika internal maupun eksternal pemerintahan untuk merespons situasi yang sedang berkembang.

Namun, dalam konteks pemerintahan Prabowo–Gibran, reshuffle kali ini lebih tepatnya dilakukan untuk kebutuhan rotasi teknis: upaya konsolidasi arah kebijakan ekonomi dan politik menuju visi besar yang telah dicanangkan sejak awal.

Dengan demikian, urgensi reshuffle kali ini dapat dimaknai melalui beberapa perspektif. Pertama, tantangan ekonomi nasional maupun global yang masih penuh ketidakpastian.

Kondisi ini menuntut perlunya koordinasi fiskal yang lebih fleksibel, cepat, tepat dan mampu mengantisipasi risiko eksternal.

Di samping itu, ketegangan geopolitik, fluktuasi harga energi yang membuat perekonomian nasional terancam mengalami pelambatan menuntut strategi fiskal yang tidak hanya disiplin, melainkan juga progresif dan pro terhadap kepentingan nasional.

Kedua, dinamika politik domestik yang sangat cair mau tidak mau memerlukan kabinet yang lebih solid dan sejalan dengan gaya kepemimpinan Prabowo.

Dalam konteks inilah, dapat dipahami bahwa masuknya figur Purbaya sebagai Menkeu dipandang bukan hanya sekadar rotasi teknokrat, tapi juga upaya menyesuaikan manajemen fiskal dengan visi pembangunan semesta Prabowo–Gibran yang menitikberatkan pada aspek kedaulatan pangan, transformasi pertahanan, dan industrialisasi strategis.

Proyeksi Kinerja Kabinet

Pasca reshuffle, proyeksi kinerja kabinet Prabowo–Gibran tentu ditentukan oleh kemampuan para calon pembantu baru presiden utamanya dalam mengartikulasikan visi besar presiden ke dalam kebijakan nyata.

Hal yang perlu dicermati lebih jauh ialah bahwa reshuffle lima menteri menjadi salah satu langkah penting dalam menata ulang mesin pemerintahan.

Perombakan ini harus dilihat tidak sekadar rotasi pejabat biasa, tapi juga sebagai upaya strategis untuk memperkuat fondasi eksekusi program prioritas.

Karena itu, dalam konteks Prabowo–Gibran, reshuffle ini harus dibaca sebagai penyegaran langkah mengawal arah baru pemerintahan yang lebih adaptif, responsif, dan berani mengambil langkah korektif.
Dari segi politik, reshuffle memberi sinyal konsolidasi visi dan tindakan. Kehadiran figur-figur baru di kursi menteri diharapkan mampu memperkuat soliditas kabinet sekaligus memastikan tidak ada hambatan besar dalam mengeksekusi program.

Dengan kehosevitas politik yang mantap, maka agenda-agenda besar pemerintahan, mulai dari mendorong ketahanan pangan, industrialisasi, hingga transformasi pertahanan, dapat dijalankan dengan irama yang lebih terarah.

Sementara, dari sisi ekonomi, proyeksi kinerja kabinet akan sangat ditentukan oleh bagaimana menteri-menteri baru mampu menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan keberanian mengambil langkah ekspansif.

Harus diakui bahwa dunia saat ini sedang menghadapi ketidakpastian global, mulai dari geopolitik hingga fluktuasi harga energi. Dalam situasi ini, pemerintah dituntut bukan hanya menjaga stabilitas makro, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Reshuffle dengan begitu dapat membuka peluang lahirnya kebijakan fiskal yang lebih kreatif, kebijakan industri yang progresif, serta strategi perlindungan sosial yang kian terarah.

Selain itu, legitimasi publik akan menjadi faktor kunci di balik agenda reshuffle ini. Langkah krusial ini diharapkan membawa harapan baru bagi masyarakat bahwa pemerintah siap melakukan evaluasi dan koreksi terhadap kinerja yang sejauh ini masih dianggap kurang optimal.

Jika menteri baru mampu membuktikan performa dengan baik bergerak, maka kepercayaan publik akan meningkat, dan hal ini tentu saja menjadi modal sosial yang penting bagi keberhasilan pemerintahan.

Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO) Indonesia