SERANG, (JD) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten merilis capaian terbaru terkait kondisi kemiskinan di daerah tersebut. Dalam Berita Resmi Statistik No. 35/07/36/Th. XIX, disebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten per Maret 2025 tercatat sebanyak 772,78 ribu orang atau 5,63 persen dari total populasi. Angka ini menurun 4,7 ribu orang atau 0,07 persen poin dibandingkan periode September 2024 yang sebesar 777,49 ribu orang atau 5,70 persen.
BPS mencatat, penurunan ini merupakan kelanjutan dari tren positif sejak pasca pandemi Covid-19, di mana angka kemiskinan terus menunjukkan penurunan dari 6,24 persen pada September 2022 menjadi 5,63 persen pada Maret 2025.
Menurut BPS, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penurunan tingkat kemiskinan dalam kurun Maret 2024 hingga Maret 2025, antara lain Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 0,38 persen poin pada periode Februari 2024–Februari 2025, Inflasi tahunan (year-on-year) yang terkendali di angka 0,70 persen pada Maret 2025, Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menguat, yakni 4,61 persen (Triwulan III 2024) dan 5,48 persen (Triwulan I 2025), dan Industri pengolahan tumbuh positif baik secara triwulanan (q-to-q) sebesar 0,61 persen maupun tahunan (y-o-y) sebesar 4,51 persen.
BPS mencatat bahwa garis kemiskinan di Provinsi Banten pada Maret 2025 mencapai Rp3.571.692 per rumah tangga dan Rp684.232 per kapita. Sementara itu, rata-rata rumah tangga miskin di Banten terdiri dari 5,22 anggota.
Garis Kemiskinan Makanan mencakup 52 jenis komoditi, dengan standar konsumsi minimum 2.100 kalori per kapita per hari. Komoditas utama antara lain: beras, telur ayam ras, kopi bubuk instan, dan rokok filter. Garis Kemiskinan Bukan Makanan mencakup 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 di perdesaan, seperti: perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, dan kesehatan.
Menariknya, peran komoditas pangan mencapai 73,01 persen dalam struktur garis kemiskinan, menunjukkan masih dominannya pengeluaran rumah tangga miskin pada kebutuhan konsumsi makanan.
Meski secara total angka kemiskinan turun, tren berbeda terjadi di wilayah perkotaan dan perdesaan. Perkotaan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 21,4 ribu orang, dengan persentase mencapai 5,58 persen. Sedangkan di Perdesaan justru menunjukkan penurunan sebanyak 26,1 ribu orang, dengan persentase kemiskinan sebesar 5,89 persen.
Kondisi ini menunjukkan dinamika sosial ekonomi yang berbeda antara wilayah kota dan desa, sekaligus menjadi catatan penting bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan strategi pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sasaran.
Dengan capaian ini, Pemerintah Provinsi Banten bersama instansi terkait diharapkan dapat terus menjaga stabilitas ekonomi dan memperluas program pemberdayaan masyarakat untuk memastikan penurunan angka kemiskinan yang berkelanjutan.