Membandingkan Pilkada Kab. Tangerang Lewat Suara Parpol Pendukung, Pengamat Sebut Maesyal-Intan Masih Tetap Unggul

Politik, Tangerang736 Dilihat

TANGERANG (JD) – Tim bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Mad Romli – Irvansyah Asmat merilis perbandingan total suara partai politik (parpol) pendukung masing-masing bakal calon.

 

Pengamat Politik dari Universitas Muhamadiyah Tangerang (UMT) Memed Chumaedi menilai, perolehan suara pada pemilihan legislatif tidak bisa diselaraskan dengan gelaran pemilihan kepala daerah.

 

“Kalau melihat fenomena dan tipikal pemilih di wilayah kabupaten Tangerang suara parpol tidak bisa menjadikan jaminan. Karena, pemilih di kabupaten Tangerang akan melihat sosok dan bukan melihat partainya,” kata Memet.

 

Menurut Memed, pasangan Maesyal-Intan, diuntungkan dari sosok Maesyal sang mantan Sekda dan sebelumnya telah menjadi camat di berbagai wilayah. Lalu ditambah sosok Intan anak mantan Bupati Tangerang Ismet Iskandar dan adik dari mantan Bupati Tangerang, yang punya pendukung fanatik.

 

Sementara sosok Mad Romli meski mantan wakil bupati tapi tidak setenar dan tidak sepopuler Maesyal Rasyid. Sedangkan sosok wakilnya, Irvansyah tidak perlu dijelaskan tanya saja masyarakat kabupaten Tangerang, kenal atau tidak.

 

Dijelaskan Memet, pasca komplitnya dukungan partai politik kepada kedua pasangan calon kuat ini ada teori politik yang bisa menjadi tolak ukurnya. Teori Split-ticket voting teori ini menjelaskan fenomena di mana pemilih memberikan suara untuk kandidat dari partai yang berbeda pada posisi atau jabatan yang berbeda dalam pemilu yang sama.

 

Fenomena split tiket voting ini, lanjut Memet, tidak berpengaruh banyak atau minimnya dukungan partai politik. Split-ticket voting bisa terjadi ketika pemilih memilih calon kepala daerah yang berbeda dengan identitas kepartaiannya. Artinya tidak melulu orang yg berpartai A akan memilih kandidat yang diusung oleh partai A, bisa jadi dari partai B (lain partai).

 

Hal Ini bisa terjadi karena alasan seperti ketidakpuasan terhadap calon kepala daerah yang diusung partai tersebut, atau preferensi terhadap calon kepala daerah yang lebih dikenal atau dinilai lebih kompeten, meskipun berasal dari partai yang berbeda.

 

“Split-ticket voting juga bisa menjadi indikator bahwa pemilih lebih cenderung memilih berdasarkan kualitas individu daripada afiliasi partai, yang bisa menjadi tantangan bagi partai politik untuk membangun loyalitas pemilih dalam jangka panjang,” bebernya.

 

Dengan fenomena demikian suara partai tidak berpengaruh dan bisa tergantung pada banyak faktor, seperti popularitas dan kapabilitas pribadi calon, isu-isu lokal, serta persepsi publik terhadap partai politik tersebut. “Kadang-kadang, calon yang kuat secara personal bisa lebih menentukan hasil Pilkada dibandingkan dengan afiliasi partai politiknya,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *