Buntut Usulan Calon Pj Bupati Tangerang, Puluhan Mahasiswa Geruduk Kantor DPRD Kabupaten Tangerang

Banten, Politik, Tangerang177 Dilihat

TANGERANG, (JD) – Puluhan mahasiswa dari Forum Aksi Mahasiswa (FAM) dan Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) menggeruduk kantor DPRD Kabupaten Tangerang, Senin (21/8/2023). Para mahasiswa meminta anggota DPRD tidak arogan dalam persoalan usulan Penjabat (Pj) Bupati Tangerang, dan tidak bertindak untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu.

Sekertaris Forum Aksi Mahasiswa (FAM) Tangerang Shandi Martha Praja mengatakan, sikap salah satu anggota DPRD dari fraksi Golkar yang sempat menggebrak pintu ketua DPRD merupakan tindakan agrogan. Ini tidak mencontohkan politik yang baik bagi masyarakat.

“Dari kacamata akademik, ini tidak etis secara moral dan kita meyangkan sikap itu,” ujar Shandi kepada wartawan usai diterima oleh pejabat eselon III dan eselon IV Sekretariat DPRD Kabupaten Tangerang.

Menurut Shandi, kenapa kemarahan anggota DPRD ini tidak pada persolan rakyat yang hingga kini belum dituntaskan oleh pemerintah. Mulai angka putus sekolah yang angkanya mencapai 22 ribu, stunting dan lainnya. Sementara persoalan Pj Bupati umur jabatannya pun tidak akan panjang.

“Mungkin Partai Golkar hanya ingin mengumpulkan logistik untuk pemenangan pemilu 2024. Ini asumsi saya, jadi persiapan logisti tidak mengedepankan politik yang baik, tapi pakai cara-cara premanisme,” terang Shandi.

Untuk itu para mahasiswa ini meminta badan kehormatan dewan (BKD) bersikap tegas terhadap arogansi yang dilakukan anggota DPRD. “Kalau bisa di PAW (Pergantian Antar Waktu) saja, emang tidak ada lagi anak-anak Kabupaten Tangerang Tangerang yang berkompeten,” ujar Shandi.

Saat ditanya penyebab arogansi yang diduga dilakukan anggota DPRD tersebut, yakni soal transparansi usulan calon Pj Bupati Tangerang, yang disampaikan ketua DPRD ke Kemendagri, menurut Shandi itu tidak penting. Sehingga kedatangan para mahasiswa ini hanya menyoroti soal tindakan dugaan arogansi yang dilakukan anggota DPRD.

“Kita tidak mau tau soal itu, kenapa yang kita lihat dengan jelas hari ini soal arogasinya. Kalau soal 10, 11 atau 12 draf rekomendasi yang diusulkan, DPRD kan hanya mengusulkan, tertuang dalam Permendagri No. 4 Tahun 2023. Kewenangannya kan ada di kemendagri,” tegasnya.

Dalam Permendagri No. 4 yang mengusulkan adalah ketua atau pimpinan DPRD dalam pasal 9 ayat 1. “clear kan, yang kita lihat adalah soal arogansinya,” tegasnya.

Saat ditanya apakah tindakan gebrak pintu oleh DPRD itu hanya tindakan reflek saja dari anggota dewan, Shandi mengatakan kata-kata adalah manifetasi pikiran, tindakan juga manifestasi pikiran. “Kita tidak mau tau itu, kenapa lo arogansi meskipun ada 22 ribu angka putus sekolah, 150 ribu angka penggangguran, 6,2 trilun APBD yang belum terserap baik, ada 6 ribu angka stunting di Kabupaten Tangerang, makanya kita logit Tangerang Utara bagaimana kondisinya, kalau dia marah kita dukung, itu sikap tegas kita,” tandas Shandi.

Ditempat terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Ibnu Jandi mengungkapkan, jika benar adanya informasi, pimpinan DPRD Kabupaten Tangerang mengeluarkan dua rekomendasi dalam usulan Pj Bupati Tangerang, maka harus dilihat secara pasti kekuatan surat tersebut.

“Seharusnya jika ada dua rekomendsai, itu rekomendasi ke dua yang digunakan. Tapi, jika adanya informasi bahwa surat rekomendasi pertama ditandatangani pimpinan dan ketua fraksi, sementara surat kedua tidak, tentu surat pertama yang berlaku,” ujar Ibnu Jandi.

Jika benar itu terjadi, maka secara hukum administrasi negara terjadi duplikasi, baik secara undang-undang maupun secara aturan lainnya. Jika benar terjadi duplikasi rekomendasi, maka akan terjadi mall administrasi, tentu harus mengacu kepada surat yang sah.

“Anggota DPRD itukan mewakili rakyat dan pemerintah Kabupaten Tangerang, bukan harus mengedepankan kepentingan pribadi. Jika itu terjadi, maka sudah melakukan Abuse Of Power atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan,” terang Jandi.

Ibnu Jandi menambahkan, seorang Pj bupati atau kepala daerah, tidak diizinkan untuk mencalonkan diri dalam Pilkada serentak tahun 2024. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Bahwa larangan bagi Pj Bupati (kepala daerah) untuk mencalonkan diri dalam Pilkada tercantum dalam pasal 7 ayat (2) huruf q UU Pilkada.

“Pasal tersebut menyebutkan bahwa salah satu syarat pencalonan kepala daerah adalah tidak bersetatus sebagai Pj Kepala Daerah,” tandas Ibnu Jandi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *