Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang Panggil DLHK Terkait Dugaan Pencemaran Limbah

Banten137 Dilihat

TANGERANG (JD) – Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang memanggil sejumlah dinas terkait dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pada Kamis (21/5/2025), menyikapi dugaan pencemaran limbah yang terjadi di wilayah Kabupaten Tangerang.

RDP yang berlangsung di ruang rapat Gabungan DPRD Kabupaten Tangerang tersebut dihadiri oleh mayoritas anggota Komisi IV, serta perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang dan instansi lainnya.

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tangerang, Ustur Ubadi, menyampaikan bahwa DLHK harus segera melakukan pendataan ulang terhadap sungai-sungai yang saat ini mengalami pencemaran. Selain itu, DLHK juga diminta mendata perusahaan-perusahaan yang diduga menjadi penyebab pencemaran, baik dalam bentuk pencemaran air maupun udara.

“Setelah dilakukan pendataan, kami akan menginventarisasi perusahaan-perusahaan tersebut untuk mengetahui apakah pengawasan terhadap industri-industri ini merupakan kewenangan Kabupaten, Provinsi, atau bahkan Pemerintah Pusat,” ujar Ustur.

Ia menjelaskan, berdasarkan nilai investasinya, pengawasan perusahaan dibedakan menjadi tiga: jika nilai investasi di bawah Rp10 miliar maka menjadi kewenangan Kabupaten. Namun jika lebih dari Rp10 miliar, maka menjadi kewenangan Provinsi atau Pusat. “Tergantung juga apakah perusahaan tersebut Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA),” jelasnya.

Ustur menegaskan pentingnya klasifikasi antara perusahaan yang telah terbukti mencemari lingkungan dan yang berpotensi mencemari. Langkah tersebut diperlukan agar tindakan yang diambil sesuai dengan porsi kewenangan masing-masing lembaga.

Sementara itu, Kepala Bidang Bina Hukum Lingkungan DLHK Kabupaten Tangerang, Sandi Nurgraha, menjelaskan bahwa dalam RDP tersebut dibahas dua persoalan utama terkait pencemaran lingkungan. Pertama adalah dugaan pencemaran oleh PT Anisa, yang telah disidak oleh Kementerian Lingkungan Hidup karena diduga mengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) secara tidak sesuai. Kedua, pencemaran yang diduga berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatiwaringin.

“Dua kasus ini menjadi perhatian serius, apalagi DLHK sebenarnya telah memiliki penyidik. Namun dalam pelaksanaan pengawasan, banyak keterbatasan yang harus kami hadapi, terutama terkait kewenangan,” ungkap Sandi.

Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kewenangan pengawasan dan perizinan lingkungan, terutama untuk limbah B3, berada di tangan pemerintah Provinsi dan Pusat.

Kementerian Lingkungan Hidup sendiri saat ini tengah melakukan inventarisasi terhadap aliran sungai dan industri-industri yang berpotensi atau telah melakukan pencemaran. Sandi juga menekankan bahwa sumber pencemaran sangat beragam, mulai dari aktivitas industri hingga masyarakat yang membuang sampah sembarangan.

“Berdasarkan kajian kami, sekitar 70 persen pencemaran bersumber dari industri. Bahkan, beberapa kasus telah ditangani hingga ke Mabes Polri,” tambahnya.

Terakhir, Sandi mengakui masih terdapat banyak persoalan administratif yang harus dibenahi, seperti perizinan lingkungan dan kelengkapan dokumen perusahaan. Namun ia memastikan bahwa setiap aduan masyarakat yang diterima DLHK akan ditindaklanjuti sesuai prosedur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *